SUKU
MANDAR SEBAGAI MASKARA PELENTIK BUDAYA INDONESIA
LETAK GEOGRAFIS
Mandar adalah nama suatu suku yang terdapat di
sulawesi barat dan sulawesi selatan, tetapi pada umumnya suku mandar berasal
dari sulawesi barat. Diistilahkan sebagai etnis karena Mandar merupakan suku
utama yang berada di sulawesi barat, dan salah satu kelompok etnis dari empat
suku yang mendiami kawasan provinsi Sulawesi Selatan yakni etnis Makassar (makasara’),
etnis Bugis (ogi’), etnis Toraja (toraya). Pengelompokkan ini
dimaksudkan dalam suatu kelompok pengkajian yang disebut “lagaligologi”.
Mandar sesuai dengan makna
kuantitas yang dikandung dalam konteks geografis merupakan wilayah dari batas
paku (wilayah polmas) sampai suremana (wilayah kabupaten mamuju). Akan tetapi
dalam makna kualitas serta symbol dapat kita batasi diri dalam lingkup kerajaan
Balanipa sebagi peletak dasar pembangunan kerajaan (landasan idial dan landasan
struktural), dan sebagai bapak perserikatan seluruh kerajaan dalam wilayah
mandar Pitu ulunna Salu dan Pitu Ba’bana Binanga.
Suku mandar merupakan
satu-satunya suku bahari yang ada di indonesia dan di nusantara yang berhadapan
langsung dengan laut dalam, tanpa adanya pulau-pulau yang bergugus. Teknologi
kelautan mereka sudah demikian sistematis, yang merupakan warisan dari nenek
moyang dari suku mandar tersebut. Mandar sebagai suku utama yang ada di
sulawesi barat dan merupakan salah satu suku di sulawesi selatan memiliki aneka
ragam corak kebudayaan yang khas dan menarik untuk kita tinjau.
Letak Daerah Mandar
Wilayah suku mandar terletak di ujung utara
Sulawesi Selatan tepatnya di Sulawesi Barat dengan letak geografis antara 10-30
lintang selatan dan antara 1’180-1’190 bujur timur.
Luas wilayah Mandar adalah 23.539,40 km2, terurai
dengan :
1. luas kabupaten Mamuju
dan Mamuju Utara : 11.622,40 Km2
2. luas kabupaten Mameje : 1.932 Km2
3. luas kabupaten Polewali Mamasa : 9.985 Km2
Semula dari zaman dahulu, di zaman perjanjian atau Allamungang
Batu di Lujo, batas-batas wilayah Mandar adalah :
a) Sebelah Utara dengan Lalombi, wilayah Sulawesi Tengah
b) Sebelah timur dengan kabupaten poso, kabupaten Lawu dan Kabupaten
Tana Toraja.
c) Sebelah selatan dengan
Binanga Karaeng, kabupaten Pinrang
d) Sebelah barat dengan
Selat Makasar.
Kini batas Mandar di utara
berubah menjadi Suremana, yang berarti suku mandar kehilangan wilayah lebih
dari 10 km, dan juga kehilangan 10 km di selatan, karena batas wilayah Mandar
di selatan sekarang sudah bukan Binanga Karaeng, tetapi Paku (ujung polewali
mandar).
SISTEM RELIGI DAN UPACARA KEAGAMAAN
Sebagian besar suku Mandar adalah penganut agama
Islam yang setia tetapi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat lepas dari
kepercayaan-kepercayaan seperti pemali, larangan-larangan dan perbuatan magis
seperti pemakaian jimat atau benda-benda keramat dan sesaji.
Di daerah pedalaman seperti di pegunungan Pitu
Ulunna Salu sebelum Islam masuk, religi budaya yang dikenal ketika itu
adalah adat Mappurondo yang diterjemahkan sebagai bepeganng pada
falsafah Pemali Appa Randanna, Sedangkan untuk wilayah persekutuan Pitu
Ba’bana Binanga sendiri, religi budayanya dapat ditemui pada peninggalanya
yang berupa ritual dan upacara-upacara adat yang tampaknya bisa dijadikan
patokan bahwa ia bersumber dari religi budaya dan kepercayaan masa lalunya.
Seperti ritual Mappasoro (menghanyutkan sesaji di sungai) atau Mattola
bala’ (menyiapkan sesai untuk menolak musibah) dan lain sebagainya yang
diyakini akan membawa manfaat kepada masyarakat yang melakukannya.
Menggali Sejarah Makam di Atas Bukit Majen
wisata
sejarah atau religi. Salah satu tempat wisata yang cukup bernilai sejarah
terletak di Teluk Majene.
Ya,
nenek moyang suku Mandar di Kerajaan Banggae Majene seolah tidak bisa memilih
tempat yang lebih baik untuk memakamkan raja dan keluarga mereka, selain di
Pemakaman Kerajaan Raja Royal Banggae dan Hadat.Pemakaman berusia tua ini
berada di Bukit Ondongan menghadap ke Teluk Majene.Lokasinya persis berada di
dalam Desa Pang Ali-ali, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi
Barat.Demikian dilansir Indonesia Travel.
Di Bukit Ondongan, nenek moyang
Kerajaan Banggae Majene kuno menemukan tempat peristirahatan terakhir mereka.
Banyak yang mengatakan bahwa lokasi puncak bukit tersebut dipilih dengan alasan
agar nenek moyang Kerajaan Banggae Majene dapat mengawasi keturunan mereka yang
berada di bawah bukit atau ketika mereka berlayar jauh mencari nafkah di lautan
luas.
Dalam
kompleks pemakaman terdapat 480 makam yang terbuat dari berbagai bahan, seperti
batu lava, batu tanah, dan kayu.Makam dihiasi dengan simbol geometris,
kaligrafi Arab, dan simbol swastika. Keberadaan simbol yang bervariasi tersebut
juga meninggalkan misteri tersendiri tentang bagaimana simbol Islam dan Hindu
dapat ditemukan di situs pemakaman yang sama. Batu nisannya juga memiliki
banyak simbol yang menyerupai simbol-simbol di candi yang ada di Pulau
Jawa.Saat ini, kompleks makam raja-raja Banggae dan Hadat telah terdaftar sebagai
cagar budaya menyusul konservasi yang terus dilakukan.
Berdasarkan
penelitian sejarah dan arkeologi sementara, pemakaman ini diperkirakan sudah
ada sejak abad 16 dan 17.Siapa pemilik kompleks pemakaman ini masih menjadi
misteri.Meskipun demikian, penamaan kompleks pemakaman ini diyakini diberikan
raja pertama Banggae yang dikenal sebagai Poralle dan diangkat sebagai Mara
‘dia Salabose dan Daeng Salabose (pemimpin besar).Dia juga diberi gelar Puang
Banggae dan membentuk masyarakat pertama yang kemudian tumbuh menjadi Kerajaan
Banggae.Oleh karena itu, diyakini bahwa mereka yang dimakamkan di kompleks
pemakaman ini adalah keturunan Puang Banggae.
SISTEM
ORGANISASI KEMASYARAKATAN
Golongan bangsawan Hadat (Berdasarkan penilaian
daerah menurut ukuran makro yaitu :
1. Golongan bangsawan raja,
2. Golongan bangsawan hadat atau pia (mara'dia),
3. Golongan tau maradeka yakni orang biasa,
4. Golongan budak atau batua.
mara'dia) ini merupakan golongan yang paling bayak
jumlahnya.Mereka tidak boleh kawin dengan turunan bangsawan raja supaya ada
pemisahan.Raja hanya sebagai lambing sedangkan hadat memegang kekuasaan.
Beberapa hal yang menjadi kebiasaan dalam suku
Mandar seperti:
a. Mengalah yaitu kalau menghadap raja,kaki tangan dilipat.
b. Meminta permisi kalau mau lewat didepan orang dengan menyebut Tawe
c. Kalau bertamu sudah lama,
mereka minta permisi yang disebut massimang
SISTEM
PENGETAHUAN
Ada beberapa ilmu
(paissangang) yang di miliki oleh pelaut mandar berlayar (paissangangasumombalang),
kelautan (paissangang aposasiang), keperahuan (paissangang paalopiang) dan
kegaiban (biasa disebut paissangang). Dan pada umumnya sebelum melaut ada
upacara-upacara yang dilakukan seperti Kuliwa, yaitu pemujaan terhadap sang
pencipta agar di jaga selama melaut dan di berikan rezky berupa tangkapan yang
cukup.
BAHASA
Pada dasarnya Suku mandar menggunakan bahasa yang
disebut dengan bahasa mandar, hingga kini masih dengan mudah bisa ditemui
penggunaannya di beberapa daerah di Mandar seperti: Polmas, Mamasa, majene,
Mamuju dan Mamuju Utara. Bahasa mandar juga memiliki 2 subbahas yaitu bahasa
yang biasa di pergunakan di daerah pedalaman (bahasa buttu) dan bahasa mandar
kota.
Selain bahasa mandar, di beberapa tempat atau
daerah di Mandar juga telah menggunakan bahasa lain,seperti untuk Polmas di
daerah Polewali juga dapat ditemui penggunaan bahasa Bugis. Begitu pula di
Mamasa, menggunakan bahasa Mamasa, sebagai bahasa mereka yang memang di
dalamnya banyak ditemui perbedaannya dengan bahasa Mandar.Sementara di daerah
Wonomulyo, juga dapat ditemui banyak masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa,
utamanya etnis Jawa yang tinggal dan juga telah menjadi to Mandar di daerah
tersebut.Kecuali di beberapa tempat Mandar, seperti Mamasa. Selain daerah
Mandar atau kini wilayah Provinsi Sulawesi Barat , bahasa Mandar juga dapat
ditemukan penggunaannya di komunitas masyarakat di daerah Ujung Lero Kabupaten
Pinrang dan Tuppa Biring Kabupaten Pangkep.
KESENIAN
Mengenal “Tuqduq” Mandar
Secara harfiah, bahasa Mandar tari
atau tarian adalah “tuqduq”.Sedang penari berarti “pattuqduq”.Dalam kebudayaan
Mandar di unsur kesenian, ada banyak jenis tarian tapi secara umum hanya dua,
yaitu “pattuqduq tobaine” (penarinya perempuan) dan “pattuqduq tommuane”
(penari laki-laki). Memang ada tarian lain, tapi jarang diikuti kata
“pattuqduq”, seperti “pallake” (tarian yang pemainnya mengenakan “lake” atau
tanduk) “denggoq” (tarian yang dipengaruhi budaya Arab).
Meski “pattuqduq” itu adalah tarian, tidak serta merta tarian, apalagi yang
kontemporer (modern), akan langsung disebut “pattuqduq”. Kata “pattuqduq” identik
pada tarian tradisional saja.
Berbeda dengan “pattuqduq tommuane” yang sepertinya hanya satu tarian
(tarian perang; sebab satu maka hanya disebut “pattuqduq tommuane”), “pattuqduq
tobaine” ada beberapa. Tari atau “tuqduq” yang dikenal ialah “tuqduq sore”,
“tuqduq sarawadang”, “tuqduq cakkuriri”, “tuqduq losa-losa”, “tuqduq palappa”,
“tuqduq kumbaq”, “tuqduq tipalayo”, dan “tuqduq sawawar”.
Belum ditemukan kajian atau penelitian khusus yang membahas tentang tarian
Mandar di atas, sehingga belum bisa dikemukakan atas dasar apa tari-tarian
tersebut berbeda. Ada yang diketahui makna atau kata jenis tariannya, ada yang
tidak.Misalnya kata “cakkuriri”, sepertinya merujuk pada bendera salah satu
kerajaan di Pitu Baqbana Binanga, “losa-losa” berarti transparan, “palappa”
(apakah yang dimaksud “palapa” atau bilah bambu?), dan “tipalayo” yang berarti
tinggi semampai.
Awalnya tarian di Mandar bukan sebagai bentuk hiburan melainkan bentuk
persembahan kepada dewata. Konon, ketika Todilaling mangkat, ke dalam liang kuburnya
ikut serta pengikutnya yang terus-menerus di dalam liang kubur dan ditanam
bersama rajanya. Masa-masa selanjutnya, tarian menjadi bagian dari upacara
kerajaan dan hiburan.
Berdasarkan
status sosial “pattuqduq”, maka “pattuqduq” terbagi tiga yaitu (1) “Pattuqduq
Anaq Pattola Payung” (Penari Tuqduq Anak Bangsawan Raja Murni), (2) “Pattuqduq
Anaq Pattola Tau Pia” (Penari Tuqduq Anak Bangsawan Hadat), dan (3) “Pattuqduq
Tau Biasa” (Penari Tuqduq Orang Awam). Diperkirakan praktek “mattuqduq” sudah
mulai dilakukan masyarakat Mandar pada abad ke-10.
Pakaian “pattuqduq” disebut “bayu rawang boko”, salah satu pakaian
tradisional Mandar.Warna yang umum digunakan adalah merah dan hijau. Adapun
perlengkapannya ialah (1) “calana dalang”, (2) “calana alang”, (3) “lipaq
ratte”, “lipaq dialang”, “lipaq biasa sureq” ‘sarung biasa, dari benang
bercorak’ Mandar, (4) “kawariq (kawariq ada: 2, 4, 6, dan 8), (5) “tombi
care-care” (ketika dipakai diikat supaya tidak goyang), (6) “tombi tunggaq”
yaitu: a. “tombi kaiyyang”. b. “tombi cucur”. c. “tombi
maqel”, d. “tombi buqang”, (7) “pasangang biasa”, “pasangang ratte”, (8) “tombi
dianaqi” dua atau tiga untai, (9) “tombi suku-suku”, (10)
“teppang”, (11) “jimaq maqborong”, (12) “jimaq sallettoq”
(kiri). (13) “gallang balleq” dan “potto”, (14) “simaq-simang”,
(15) “bunga-bunga”, (16) “dali lilliq beruq-beruq ‘subang yang dilapisi dengan
bunga melati) ditambah “bakkar”, dan (17) kipa-kipa (kipas).
Dalam satu tim penari atau “sappattuqduang” idealnya terdiri atas 16, 14, 12,
dan 8 orang. Musik pengiring “pattuqduq” adalah “ganrang” (gendang), biasanya
dua – tiga unit, dan satu gong.Juga ada penyanyi, umumnya oelh orang tua yang
mengenakan “pasangang mapute”.
Saat ini tarian-tarian tradisional Mandar jarang dimainkan, nanti ada acara
khusus, misalnya penyambutan tamu atau peringatan 17 Agustus baru
dilaksanakan.Hal itu menyebabkan generasi muda Mandar yang pernah atau
mengetahui tarian tradisional nenek moyangnya tak seberapa. Di sisi lain,
penari atau orang tua yang memahami dengan baik tarian tersebut (gerakan,
aturan-aturan, dan peruntukannya) semakin sedikit. Malah bisa dihitung jari
saja dewasa ini.
SISTEM
MATA PENCAHARIAN HIDUP
Mata pencarian suku mandar pada umumnya tidak
berbeda dari suku bugis dan makassar , yaitu melaut dan bercocok tanam. akan
tetapi sebagian besar suku mandar memilih sebagai seorang pelaut atau nelayan .
Pada buku yang ditulis oleh Chistian Pelras yang berjudul Manusia Bugis
dikatakan bahwa sebenarnya leluhur orang Mandarlah yang ulung melaut bukan
orang Bugis seperti pendapat banyak orang.
SISTEM
TEKHNOLOGI DAN PERALATAN
Rumpon atau roppong dalam bahasa
Mandar adalah tehnologi penangkapan ikan yang pertama kali ditemukan oleh
pelaut Mandar, perahu sandeq adalah perahu tradisional bercadik yang
tercepat dan ramah lingkunagn dikawasan Austronesia.Ide penciptanya berasal
dari aral yang ditemukan pelaut mandar dilaut. Di kampung-kampung Mandar, alat tangkap tak semuanya
sama, ada yang menggunakan sandeq dan ada juga yang menggunakan Baago,
perahu Mandar yang tak bercadik.
Sistem kekerabatan
Suku
Mandar, pada umumnya mengikuti kedua garis keturunan ayah dan ibu yaitu
bilateral. Adapun keluarga luas di Mandar terkenal dengan istilah Sangana '
atau Mesangana, kelurga luar yaitu famili-famili yang dekat dan sudah jauh
tetapi masih ada hubungan keluarga.Namun pada golongan bangsawan hanya
mengikuti dari garis keturunan ayah.misalkan sebuah bangsawan pria menikahi
wanita biasa , maka anaknya dikatakan berdarah biru (pappuangannya) yang
dimiliki adalah setengah, sedangkan jika bangsawan wanita menikah dengan lelaki
biasa , maka anaknya tidak memiliki sama sekali darah pappuangan.
Jenis Alat-Alat
Tradisional
1. Alat-alat
Produktif
- Alat-alat bertani
Uwase (kapak besar), bacci
(kapak kecil), kowik passembaq (parang), pambuar (tual), peduiq (linggis), sodo
(sodo), basse (pengikat padi), joppa (pemikul padi), pewulle (pemikul), kandao
(sabit), daqala (bajak), raqapang (ani-ani).
- Alat-alat mengolah padi
Palungang (lesung panjang),
issung (lessung), parridiq (alu), tappiang (tampi), Galeong (ayak besar).
- Alat-alat mengolah sagu
Passulung (alat pembelah
batang), lakung (pemukul), saringang (alat untuk menyaring sagu), sakung (alat
untuk menghancurkan sagu dari batangnya), balanu (uncak).
- Alat-alat untuk mengolah kopra
Endeq (tangga), kowiq (parang),
passukkeang (alat untuk mengupas kulit kelapa), panisi (alat untuk mengeluarkan
gading kelapa dari tempurung).
- Alat-alat untuk berburu
Doe (tombak), marepeq masandeq
(bambu runcing), kowiq (parang).
- Alat Bantu untuk Mapparondong
Lopi (menurunkan dan menaikkan perahu).
Pallaga seqde (penopang
samping), paqdisang (pengganjal bagian bawah), sambeta (kayu penopang
kiri-kanan),kalandada (kayu melintang bagian bawah), landurang (rel roda),
kaqjoliq (roda), gulang (tali-temali).
- Alat-alat untuk beternak
Pattoq (tiang tambatan), gulang
(tali), kaleqer (cincin hidung kerbau atau sapi), tallotong (alat mengikat
kambing), balanu (uncak).
- Alat-alat untuk menangkap ikan
Bandoang (kail), tuluq (tali
pancing), parrittaq (pancing untuk menangkap cumi-cumi), ladung (alat pemberat
pancing), dapoq, buaro, dao-dao, lawaq (keramba), banding, panabe, jarring
(alat penangkap ikan yang ditenun dari bahan serat tumbuh-tumbuhan), pukaq
(pukat).
- Alat-alat tenun.
Cca, pamaluq, passa, talutang,
awerang, balida, pattanraq, aleq, saqar, patakko, palapa, bitting kolliq,
kolliq, toraq, pallossorang, pappamalinang, sissir daiq, (kesemuanya adalah
alat untuk menenun), unusang roeng, galenrong, pappamalinang, ayungang, (alat
untuk mengolah sutera), sautang (tempat membuat lungsing), balaqbaq (contoh
corak).
- Alat-alat dapur atau memasak
Dapurang (dapur), patuapi
(para-para), pallu (tempat belanga atau kuali dijerang), laliang (tungku),
pattapang (anglo), talongngeq (semblokan), panasil (pangganjal), balenga
(belanga), towang (tempat beras), gusi (tempayan), cibor (alat menimba air dari
tempayan), suger (sendok nasi), sekor (gayung), sipiq (sepit), tulilling
(embusan api), jepang (alat membuat jepa), kukusan, tapis (tapisan), paruq (parut),
pekelluq (kukuran kelapa).
- Alat-alat membuat dan menyalakan api
Manggeseq
(alat untuk membuat api dari bamboo), tulilling (alat menyalakan api ari bamboo
bulat dan ini khusus dipakai menempa oleh pandai besi).
- Alat bantu mendirikan rumah
Pappeuma
(alat untuk penegak), jakaq (alat penopang), gulang (tali), lakung (alat
pemukul), pattuas (pengungkit).
- Alat-alat menganyam
Kowiq-kowiq (pisau), pangarruq
(pisau raut), pandarris (alat untuk meraut), panetteq (alat untuk merapatkan).
- Alat-alat pertukangan
Guma kattang (gagang ketam),
palu, paeq (pahat), kettang (kettam), petuttuq paeq (palu pahat), lakung (palu
besar), bassiq (pelurus), soqolo (pelurus), bangko pakkattangang (kuda-kuda),
passangerang (batu asah), garagaji (gergaji), gorogori (pelubang), seqo-seqong
(engkol), batu toying (batu apung untuk menghaluskan barang yang telah dibuat).
2. Alat-alat
Senjata
-Gayang
(keris), doe (tombak), badiq (badik), jambia (belati), kanda wulo (parang
panjang), suppiq (sumpit), panah.
3 Wadah
Bakuq (bakul), karajing
(keranjang), tedaq dan rakkiq (empat bahan makanan), tappiang (tampi), katoang
(tempat air), bokki (alat mengambil air dari tanah liat), patti (peti), basung
(tempat menyimpan pancing/alat perikanan).
Alat-alat Upacara
Pappeundungang (pedupaan),
barang kuningan yang khusus dibeli seperti : pamenangang, tuquduang, rattiga,
cepe-ceper, kapar jarangang, kappar (baki), laqlang (payung).
4 Alat-alat
Kesenian
Alat yang
dipetik
: kacaping, sattung
Alat yang
ditiup : suling, keke
Alat yang
digesek : gesoq
Alat yang dipukulkan :
jarumbing
Alat yang
dipukul : calong, katto-kattoq,
ganrang (gendang) dan
Yang
dibeli dari luar, gong, tawaq-tawaq.
5 Alat-alat
Transport
Alat transport di darat : tekek
alat pikulan pada kua kolong (terompah), bakuq (alat menjunjung),lembar (alat
pikulan di bahu), koroba (alat kendaraan yang ditarik kerbau atau sapi), bendi
(alat kendaraan yang ditarik oleh kuda). Alat transport di sungai misalnya
rakiq (rakit), lepa-lepa (sampan). Dan alat-alat transport di laut adalah
berbagai macam type dan jenis Perahu
pola perkampungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar